"aku ingin menuliskan imajinasiku pada lembaran baru dalam hidupku. gadis kecil yang berkelana ke dunia nyata tanpa arah dan tujuan"

Jumat, 09 Desember 2011

"Cerpen"

Lagu Terakhir Untuk Ita


            Sudah hampir dua jam Ita mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat sangat gelisah. Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya, tapi tak ada satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
            “Kamu kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu Ita sambil memencet nomer telepon dengan cepat.
            Sebelum Ita sempat menelpon, sebuah SMS masuk dan di layar ponsel itu tertulis My Prince. Secepat kilat dia membuka SMS itu lalu membacanya dengan tidak sabar. Ternyata orang yang selama ini dia tunggu itu baru saja selesai bertanding dalam turnamen voli. Setelah membalas SMS itu, Ita memejamkan matanya untuk tidur, karena malam telah larut.
Keesokan harinya...
            Seperti biasa, Ita selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum dia berangkat kuliah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum juga membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali dia mengirimkan SMS, hingga akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku udah solat dan makan kok-
            Ita langsung membalas SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, dia merasa ada yang aneh dengan pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya dia tahu kalau ternyata yang membalas SMS itu bukanlah Ivan pacarnya, tapi temannya. Hal itu membuat Ita sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Dia berharap pacarnya akan menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
            Tapi pertengkaran itu malah berlanjut hingga malam hari. Meskipun Ivan telah meminta maaf, tapi Ita masih juga kesal dengan sikap Ivan yang tidak mau membalas SMS-nya. Dan malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
            Pertengkaran kedua pasangan itu berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat SMS oleh Ivan. Hal itu membuat Ita yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis di depan sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka pacar yang selama ini sangat dicintainya ternyata tega memutuskan hubungan mereka begitu saja. Namun, setelah mendengar alasan Ivan yang sudah merasa tidak nyaman lagi dengan dia, Ita akhirnya menerima keputusan itu dengan hati yang hancur.
            Malam harinya, Ita yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak jatuh sakit. Tubuhnya demam dan kadang dia menggigil. Dia berharap Ivan akan menghubunginya dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu, hanya menjadi harapan semata, karena tak satu pun SMS dari Ivan yang masuk ke hp-nya.

* * *
            Sudah hampir seminggu Ita sakit, hingga akhirnya dia harus di rawat di rumah sakit. Tapi kondisinya belum juga membaik. Maag yang selama ini di deritanya ternyata sudah sangat parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau salah satu faktor yang menyebabkan penyakit Ita semakin parah adalah stres yang dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
           
            Gati, sahabat Ita yang paling mengerti keadaan Ita hanya bisa menatap iba tubuh sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya semakin kurus. Gati sangat mengerti perasaan Ita yang merasa sangat kehilangan Ivan kekasihnya. Kadang samar-samar dia mendengar Ita menyebut nama Ivan dalam tidurnya, dan hal itu membuat Gati menangis, tak sanggup melihat penderitaan yang di rasakan oleh sahabatnya itu.
            “Ta, gimana keadaan kamu sekarang?” tanya Gati ketika sahabatnya baru saja bangun.
            “Alhamdulillah udah mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab Ita, wajahnya terlihat     pucat.
            “Kamu masih mikirin Ivan, ya?”
            “Maksud kamu?”
            “Dari kemarin aku dengar kamu memanggil nama Ivan berkali-kali saat kamu lagi tidur. Kamu      kepikiran dia lagi?” tanya Gati cemas.
            “Iya, aku kangen sama dia. Apa dia menghubungiku?” jawab Ita.
            “Setahu aku, sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia.
Kenapa?”
            “Enggak apa-apa, cuma mau tahu aja dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat sedih.
            “Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
            “Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Gati hanya bisa diam mendengar jawaban sahabatnya itu.
Rasa kagum dan sedih bercampur di hatinya. Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat penderitaan yang harus dialami Ita. Gati tahu di saat sakit seperti itu, pasti Ita ingin Ivan ada bersamanya, dan nggak meninggalkannya seperti ini.
            Hampir tiga minggu Ita di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Gati selalu memperhatikan perkembangan kesehatan sahabatnya itu. Setiap kali Ita merasa sakit di tubuhnya ataupun tubuhnya demam, Ita selalu mendengarkan sebuah lagu ciptaan Ivan, mantan kekasihnya. Dan seperti mukjizat, keadaan Ita perlahan membaik setelah mendengar lagu itu. Gati akhirnya mengerti kerinduan Ita pada Ivan sangatlah besar hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya.
            Hingga suatu hari, tanpa sepengetahuan Ita, Gati menelpon Ivan yang ada di luar kota. Dia menceritakan keadaan Ita pada cowok itu, dan dia juga meminta Ivan untuk datang menemui Ita. Tapi, Ivan masih belum juga mau menemui Ita.
            “Aku mohon sama kamu, Ita butuh kamu.
Tolong datanglah ke Jakarta dan temui Ita walaupun    hanya sebentar” ucap Gati.
            “Aku belum bisa menemui dia, lagipula kehadiranku malah bisa membuat dia semakin sakit”         jawab Ivan.
            “Satu kali saja, tolong temui dia. Mungkin dengan bertemu denganmu dia bisa sembuh. Atau        kamu akan menyesal” paksa Gati.
            “Apa maksud kamu? Memang penyakitnya itu parah?”
            “Datang dan lihatlah sendiri keadaan Ita sekarang. Sebelum kamu menyesal untuk selamanya”      ucap Gati sebelum mengakhiri teleponnya.
* * *
            Beberapa hari setelah telepon itu, Ivan mengabari Gati kalau dia akan ke Jakarta untuk menemui Ita. Gati yang mendapat
kabar menggembirakan itu langsung menemui Ita. Tapi sayangnya Ita sedang tidur saat itu. Gati hanya bisa menunggu, sampai Ivan tiba di Jakarta dua hari lagi.
            Hari itu akhirnya tiba juga. Ivan, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya oleh Ita dan Gati akhirnya datang. Dia meminta Gati mengantarkannya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ivan terdiam melihat keadaan gadis yang ada di kamar rawat itu. Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini dilihatnya dengan kondisi yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di tangannya, matanya terpejam, tapi di kedua telinganya terpasang headset agar Ita bisa selalu mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan.
            “Dia hanya sedang tidur. Tunggu saja, sebentar lagi juga dia bangun” ucap Gati yang berdiri di     belakang Ivan.
            “Sudah berapa lama dia seperti ini?” tanya Ivan, dia mulai berjalan mendekati tempat tidur Ita.
            “Hampir satu bulan dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba kau dengar lagu yang             sedang di dengarkan Ita” ucap Gati sambil melepas satu headset itu dan memberikannya pada Ivan.
Ivan terkejut ketika mendengar lagu itu, lagu yang pernah dia ciptakan untuk Ita dulu. Dia tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua matanya menatap wajah Ita yang tertidur.
            “Itulah yang membuat Ita bertahan selama ini. Itu yang dia lakukan bila sedang merindukanmu. Suaramu yang sangat dia rindu” ucap Gati.
            Ivan yang masih merasa terkejut perlahan memegang tangan Ita, kedua matanya tak lepas dari wajah Ita. Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan itu.
Tiba-tiba tangan yang di pegang Ivan bergerak, Ita bangun dari tidurnya. Dan dia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang tangannya.
            “Tenang, Ta. Dia Ivan, orang yang selama ini kamu rindu” ucap Gati.
            “Ivan? Kenapa bisa ada disini?” tanya Ita yang masih terkejut.
            “Maaf, ya. Aku yang menelpon dia dan meminta dia untuk datang menjengukmu. Karena aku      nggak tega melihat kamu seperti ini terus.”
            “Kenapa kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak menjaga kesehatanmu?” tanya           Ivan yang masih tetap menatap wajah Ita.
            “Itu bukan urusanmu” sahut Ita sambil melepaskan genggaman Ivan.
            “Waktu itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan kita, dan    berjanji akan baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?”
Ita hanya diam dan memalingkan wajahnya dari Ivan. Sementara Ivan masih terus berbicara pada Ita. Gati yang melihat itu hanya berharap keadaan Ita akan membaik setelah bertemu Ivan. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama akhirnya Ita dan Ivan mulai akrab kembali. Wajah Ita yang tadinya pucat juga mulai berubah cerah.
            Pertemuan antara Ita dan Ivan terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan Ita berangsur membaik. Suatu hari, Ita ingin pergi ke pantai bersama Ivan, dia ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya. Walaupun awalnya dokter, orang tua Ita, dan Ivan tidak setuju, tapi demi kesembuhan Ita, akhirnya mereka menyetujui permintaan Ita itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai untuk melihat sunset.
            Di pantai itu, Ivan menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk Ita. Lagu yang liriknya adalah ciptaan Ita, dulu dia pernah meminta Ivan untuk menciptakan lagu dari lirik yang dibuatnya. Dan kini lagu itu telah selesai dan Ivan menyanyikannya secara langsung untuk Ita.
            Keadaan yang sangat romantis itu membuat Ita bahagia. Berkali-kali dia tersenyum dan tertawa saat bersama Ivan. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan.
            “Aku bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, tertawa dan melihat sunset bersama    kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa mendengar lagu itu secara langsung” ucap Ita sambil memandang langit.
            “Aku juga senang bisa jalan sama kamu.
Makanya kamu harus cepat sembuh, nanti kita bisa          jalan-jalan lagi” sahut Ivan.
           
“Iya. Rasanya aku nggak ingin ini berakhir, aku ingin terus bersama kamu. Bahagia seperti ini.”
Ivan hanya bisa tersenyum mend
engar ucapan Ita. Lalu mencium kening Ita dengan lembut. Ita yang terkejut hanya bisa menatap Ivan, lalu tersenyum.
            “Aku sayang kamu. Cepat sembuh, ya” ucap Ivan.
Air mata mengalir dari mata Ita. Suasana mengharukan itu terlihat sangat membahagiakan. Setelah itu mereka kembali ke rumah sakit karena Ita masih harus di rawat.

* * *
            Sebuah kabar mengejutkan membuat Ivan dan Gati datang ke rumah sakit lebih pagi dari biasanya. Keadaan Ita yang belakangan ini mulai membaik, tiba-tiba drop. Semua dokter dan perawat sibuk mengatasi keadaan itu. Sedangkan Ivan, Gati dan keluarga Ita hanya bisa menunggu dan berdoa dari luar ruang ICU.
            Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan itu dan melihat kondisi Ita yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua orang yang berharga baginya itu masuk ke kamarnya.
            “Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua Ita.
            “Aku baik-baik aja kok, Bu” sahut Ita yang masih lemah.
            “Ivan, aku mau mendengar kamu menyanyi. Tolong nyanyikan lagu itu sekarang. Aku mau           dengar” ucap Ita dengan suara yang hampir seperti bisikan.
            “Nanti saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Ivan.
            “Aku mau mendengarnya sekarang. Aku lelah, ingin istirahat. Aku ingin mendengar lagu itu         untuk menemani tidurku.”
            “Nyanyikan saja” ucap Ibu Ita.
            Akhirnya Ivan menyanyikan lagu yang ingin di dengar Ita itu. Tangannya menggenggam tangan Ita yang dingin, Ita juga menggenggamnya dengan erat seperti tak mau lepas lagi. Perlahan matanya terpejam dan akirnya dia tertidur. Tapi bukan tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung Ita perlahan berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi pergerakan grafik detak jantung Ita. Ivan yang dari tadi menggenggam tangan Ita merasa tangan Ita perlahan melepas genggamannya.
            Mereka terus memanggil Ita, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah mengatakan kalau Ita telah pergi untuk selamanya. Air mata seperti tak bisa berhenti mengalir dari mata keluarga, Gati dan Ivan. Mereka tidak menyangka, Ita yang mereka kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
            Begitu juga Ivan, dia tidak mengira kalau lagu yang dia nyanyikan itu adalah lagu terakhir untuk Ita. Sebelum wajah Ita di tutupi kain putih, Ivan mencium kening gadis yang pernah di cintainya itu dengan lembut.
“Selamat jalan, sayang. Maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Semoga kau tenang disana.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar