"aku ingin menuliskan imajinasiku pada lembaran baru dalam hidupku. gadis kecil yang berkelana ke dunia nyata tanpa arah dan tujuan"

Kamis, 05 April 2012

Sejarah

Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta 
(PRRI/Permesta)

A.    Sejarah Umum
Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai memusuhi pihak Permesta.
Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.
Pemerintah pusat Republik Indonesia yang dideklarasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 kemudian menggunakan operasi-operasi militer untuk menghentikan gerakan-gerakan pemberontakan yang mengarah kepada kemerdekaan.
B.    Awal Gerakan
Pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, Letkol Ventje Sumual memproklamirkan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta. Gerakannya meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia Timur, serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil oleh militer, selain itu mereka juga membekukan segala Aktivitas PKI (Partai Komunis Indonesia), serta menangkap kader-kader PKI.
Keadaan semakin genting tatkala diadakan rapat di gedung Universitas Permesta yang membicarakan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat. Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan di ruang rapat gedung Universitas Permesta di Sario Manado dengan tokoh tokoh politik, masyarakat dan cendikiawan. Saat itu adalah Kapten Wim Najoan, Panglima Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah memberikan gambaran tentang perkembangan di Sumatera dan putusan dibentuknya PRRI. Selanjutnya ia Memberikan sebuah keputusan "Permesta di Sulteng menyatakan solider dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga Permesta memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI Kabinet Djuanda". Seketika pula para peserta rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik: "Hidup PRRI! Hidup Permesta! Hidup Somba!".
Setelah rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh 3 orang Mayor Eddy Gagola, Kapten Wim Najoan dll setelah selesai menyusun teks pemutusan hubungan degan Pemerintah Pusat. Lalu teks tersebut dibacakan kepada para hadirin .berselang berapa lama kemudian,para perta rapat ramai ramai mendengungkan pekik "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!". Setelah itu Mayor Dolf Runturambi bertanya kepada hadirin,"Bagaimana, saudara saudara setuju?" Serentak dijawab: "Setuju! Setuju!". Kembali suasana yang sangat ramai dari para hadirin. Kemudian setelah rapat tersebut, Kolonel DJ.Somba selaku pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah mengadakan rapat di lapangan sario Menado.ia membacakan teks pemutusan hubungan dengan Pemerintah Pusat yang isinya:
"RAKYAT SULAWESI UTARA DAN TENGAH TERMASUK MILITER SOLIDER PADA KEPUTUSAN PRRI DAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH RI"
Hari itu juga Pemerintah Pusat kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas Letkol H.N. Ventje Sumual, Mayor D.J. Somba, dan kawan kawannya di pecat secara tidak hormat dari Angkatan Darat. Dan seketika itu pula para pelajar,Mahasiswa,Pemuda dan EX-KNIL Mendaftarkan diri untuk menjadi Pasukan dalam Angkatan Perang Permesta dan bagi mereka yang telah mendatar langsung di beri latihan di Mapanget. Dalam hal ini pula keterlibatan Amerika Serikat benar benar terlihat, dengan mendatangkan penasehat penasehat militernya, serta memberikan sejumlah bantuan berupa Amunisi, mitraliur anti pesawat terbang selain itu untuk memperkuat Angkatan Perang Revolusioner (AUREV) mereka juga mendatangkan sejumlah pesawat terbang antara lain pesawat pengangkut DC-3 Dakota, pesawat pemburu Mustang F-51, Beachcraft, Catalina dan pembom B-26 Invander, di sisi lain juga Permesta membentuk suatu badan dan satuan kepolisian yaitu:
 1. Polisi Revolusioner.
2. Pasukan Wanita Permesta(PWP) .
3. Permesta Yard yaitu sebuah badan intelejen.
Selain dari Amerika Serikat Permesta juga mendapat bantunan dan dukungan dari Negara Negara pro Barat seperti Taiwan, Korea Selatan, Philipna serta Jepang dan dengan dukungan yang begitu besar sehingga Permesta tidak pernah kehabisan perbekalalan ketika bertempur. Sejumlah besar anggota Komando Pemuda Permesta wilayah Sulawesi Utara dan Tengah dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota pasukan Permesta Komando Pemuda Permesta. Sebelumnya tugas mereka adalah untuk membantu pemerintah daerah guna mengerahkan tenaga dan dana untuk melancarkan pembangunan di daerah daerah. Pergolakan inipun terus berlanjut dan semakin menuju terjadinya Perang Saudara. Ketika itu Republik Indonesia yang baru berdiri kurang lebih 10 tahun setelah pengakuan kedaulatan benar benar di ujung tanduk .keutuhan Negara Republik Indonesia sangat membahayakan apalagi saat itu di daerah lainnya juga muncul pemberontakan pemberontakan terhadap Pemerintah RI yaitu:
 1. PRRI (Pemerintahan Revolusioner Indonesia).
2. DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
3. Republik Maluku Selatan (RMS).
Selain itu juga di dalam tubuh pemerintahan RI banyak terjadi pergolakan politik, terutama dengan silih bergantinya Kabinet seiring dengan penerapan Demokrasi Liberal. Di sisi lain hubungan Dwi-Tunggal Soekarno dan juga Hatta mengalami keretakan, ini terjadi akibat dari kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia yang selalu memusuhi Hatta. Akhirnya dengan berat hati Hatta memundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia di kala suasana Negara yang kritis. Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan Pusat Kota Menado Menjadi sangat mencekam. Kegelisahan meghantui setiap penjuru Menado. Warga seaakan tak bisa tenang untuk sesaatpun karena khawatir akan adanya serangan dari Pemerintah Pusat yang diperkirakan tak lama lagi bakal datang menyerbu daerah yang dikuasai Permesta. Banyak Masyarakat menado yang mengungsi ke luar Kota untuk menghindari Perang Saudara yang nampaknya akan menjadi sebuah kenyataan.
Di lain pihak juga dukungan terhadap Permesta semakin besar dengan masuknya Kolonel Alexander Evert Kawilarang setelah berhenti sebagai Atase Militer RI pada Kedubes RI di Washington, DC, Amerika Serikat, kemudian ia berhenti dari dinas militer dengan Pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya pulang ke Sulawesi Utara untuk bergabung dengan Permesta. Disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI dan Kepala Staf Angkatan Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat Mayor jenderal dan selanjutnya ia menjadi Panglima Besar Permesta.
Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk mengirimkan 1 resimen marinir dan 1 skuadron pesawat tempur untuk merebut Morotai bersama sama dengan Permesta , namun Menteri Luar Negeri Taiwan Yen Kung Chau menentang gagasan itu karena khawatir Republik Rakyat Cina akan ikut serta membantu Pemerintah Pusat di Jakarta dan mungkin akan memiliki alasan untuk mengintervensi terhadap Taiwan. Walaupun demikian, Taiwan sebelumnya memang sudah membantu Permesta dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke Minahasa untuk Angkatan Udara Revolusioner Bantuan Taiwan akhirnya tercium oleh Pemerintah Pusat. Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih bisnis yang dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan dan sejumlah Surat Kabar Sekolah ditertibkan.

C.     Operasi Militer
Pemerintah Pusat melalui KSAD Mayor Jenderal Nasution melakukan pesiapan guna melakukan operasi militer terhadap kedudukan Permesta di Sulawesi. Operasi ini di sebut Operasi Saptamarga I dengan pimpinan Letkol Soemarsono dengan rincian sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah pada bulan Maret 1958 Palu dan Donggala telah direbut oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) dan Pasukan Mobile Brigade, di bawah pimpinan Kapten Frans Karangan. Akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan Timbuleng (Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak lainnya, kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin Daan Karamoy. Serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komadan pasukan, menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP), mereka juga melakukan rencana untuk menyerang Jakarta, namun secara bertahap. Rencana ini di beri nama Operasi Djakarta II. Rencana Operasi Djakarta II itu adalah sebagai berikut:
a. Merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai Tentara   pusat; lalu menyerang dan menduduki Balikpapan.
b. Sasaran kedua adalah Bali;
c. Sasaran ketiga adalah Pontianak;
d. Sasaran terakhir adalah Jakarta.
Operasi ini bertujuan untuk menekan Pemerintah Pusat agar mau berunding dengan PRRI. Pada 13 April 1958 pesawat pesawat milik AUREV menyerang lapangan udara Mandai Makassar serta tempat tempat lainya seperti Ternate, Balikpapan dan Donggala dan serangan yang paling fatal adalah serangan terhadap Kapal Hang Tuah yang sedang bersandar di pelabuhan Balikpapan menyebabkan Kapal tersebut tenggelam. Pada tanggal 18 mei 1958 dilakukanlah Operasi Mena II di bawah Komando Letkol KKO Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera. Mayor Soedomo selaku Kepala Staf memerintahkan untuk berlayar ke Pulau Tiaga di lepas Pantai Ambon dengan di dukungan Pesawat P-51 Mustang dan B-26 serta Pasukan Gerak Cepat, Pasukan Angkatan Darat dan Gabungan Marinir lalu datanglah serangan dari Alan Pope menggunakan Pesawat B-26 Invader. Sebelumya, ia telah menyerang Ambon setelah terbang dari Mapanget. Seketikapun Alan Pope menukikan Pesawatnya untuk menyerang kedudukan Pasukan APRI. Melihat tanda bahaya para awak yang berada di dalam Kapal dengan serentak melakukan tembakan balasan, hampir seluruh Pasukan yang ada di dalam Kapal melakukanya. Mulai dengan Penagkis udara, Senapan Serbu, Senapan Otomatis, Senapan Infanteri bahkan Pistol. Di sisi lain bantuan untuk Pemerintah Pusat pun datang dari penerbang bernama Ignatius Dewanto dengan menggunakan Pesawat kopkit P-51. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas untuk membantu iring iringan ALRI yang diserang. Tetapi Dia tidak menemukan B-26 AUREV. Ferry Tank (Tangki bahan bakar cadangan) dilepas di laut. Lalu terlihatlah konvoi kawan kawanya yang diserang B-26 milik AUREV buruannya. Dengan cepat ia mengejar Dewanto lalu mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan namun, berkali-kali lolos, disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7, karena jaraknya lebih dekat, memungkinkan ia dapat mengenainaya lebih besar. Dewanto yakin tembakannya mengenai sasaran. Lalu semua awak yang berada di dalam Kapal melihat pesawat milik AUREV itu terbakar dan terlihatlah dua buah Parasut yang jatuh, ada yang jatuh di sebuah pohon, serta luka terhempas karang. Lalu kedua orang itu adalah Allan Pope dan Harry Rantung, Allan Pope adalah seorang penerbang bayaran asal Amerika Serikat yang sedang melakukan tugas untuk membantu Permesta dalam Pemberontakan. Karena hal ini kekuatan Permesta di udara semakin melema menyebabkan APRI dengan mudah menguasai setiap Wilayah yang semula diduduki Permesta. Kemudian Pasukan RPKAD bersiap untuk menyerang mapanget namun mengalami Kegagalan serta menewaskan Miskan, seorang Prajurit dan Sersan Mayor Tugiman,
Setelah Pasukan RPKAD gagal kemudian AURI menyerang Mapanget dengan Pesawat P-51 Mustang dengan sasaran menembak awak Canon anti Udara pertempuran sengit pun terjadi para awak Canon anti udara, Permesta terus melakukan penembakan terhadap pasukan AURI secara Terus menerus ,bahkan dari merka ada yang sampai terpental namun tidak mengalami luka, lalu kembali memegang Canon Anti Udara mereka masing-masing. Akhirnya serangan ini kembali tidak membuahkan hasil. Para Canon Anti Udara Permesta menjadi Pahlawan karena berhasil mengusir setiap serangan yang selalu datang. Sebelumnya, mereka juga sempat merontokan 3 pesawat milik AURI. AURIpun mengakui keunggulan Pertahanan udara Permesta yang mereka nilai paling tersulit selama Melakukan Operai Militer .kebanyakan dari mereka adalah Pasukan Ex-KNIL jadi sudah sangat terlatih walaupun umur mereka banyak yang sudah tua, namun berkat pengalaman yang mereka miliki, mereka dapat berbuat banyak. Sementara itu Gubernur Sulawesi Andi Pangerang menyatakan Pembekuan segala Aktivitas yang Berkaitan dengan Permesta dan kemudian Amerika Serikat menarik segala bantuanya terhadap Permesta karena malu terhadap Pemerintah Pusat setelah pesawat yang di kemudikan Alan Pope terjatuh, yang membongkar segala bantuan Amerika terhadap Permesta. Sebelum pesawat itu jatuh Amerika Serikat, dengan sangat bersikeras menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak terlibat dengan PRRI maupun Permesta. Seperti yang dikutip oleh John Foster Julles “Apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam Negeri Negara lain”.
Kemudian, EisenHower selaku Presiden Amerika Serikat, mengadakan jumpa pers terkait Peristiwa yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi ,serta penemuan beberapa senjata buatan AS. Isi dari jumpa pers itu adalah: “Senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata yang dengan mudah dapat ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran”. Tetapi tuduhan bahwa Amerika Serikat terlibat disini semakin nyata, setelah tubuh Alan Pope digeledah dan terdapat beberapa identitas tentang dirinya, seperti surat keterangan yang mengizinkan Pope memasuki semua fasilitas militer AS di Philpina. Juga ada kartu klub perwira di pangkalan itu.
Hal ini membuat Amerika benar-benar kehilangan muka di dunia, bahkan segala buku yang mengisahkan sepak terjang CIA selalu memojokan Amerika. Untuk meraih Hati Presiden Soekarno, Amerika menawarkan bantuan senjata, serta bersedia mengimpor beras kepada Indonesia dengan bayaran Rupiah. Selain itu, dengan sangat terpaksa Amerika menghentikan segala bantuannya kepada PRRI dan Permesta sehingga membuat keduannya semakin melemah. Sementara itu peperangan antara Pemerintah pusat dan Permesta semakin gencar. Saling menguasai beberapa tempat terjadi. Pada tanggal 17 Pebruary 1959 Permesta secara serentak melakukan serangan besar besaran yang di beri nama "Operation Djakarta Special One". Tujuan dari serangan itu adalah menduduki beberapa Kota Srategis seperti; Langowan, Tondano dan Amurang-Tumpaan untuk menhancurkan segala Prasarana musuh. Namun demikian,operasi tersebut mengalami kegagalan walaupun Permesta sempat menduduki beberapa tempat, namun hanya untuk beberpa jam saja karena tempat tersebut berhasil direbut oleh Pasukan APRI dan AURI. 
D.    Kembali ke NKRI
Pada tahun 1960 Pihak Permesta Menyatakan kesediaanya untuk berunding dengan Pemerintah Pusat. Perundingan pun dilangsungkan, Permesta diwakili oleh Panglima Besar Angkatan Perang Permesta, Mayor Jenderal Alex Evert Kawilarang dan Pemerintah Pusat diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal A.H Nasution. Dari perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan yaitu:
BAHWA PASUKAN PERMESTA AKAN MEMBANTU PIHAK TNI UNTUK BERSAMA-SAMA MENGHADAPI PIHAK KOMUNIS DI JAWA.
Pada tahun 1961 Pemerintah Pusat melalui Keppres 322/1961 memberi Amnesti dan Abolisi Bagi siapa saja yang terlibat PRRI dan Permesta, tapi bukan untuk itu saja bagi anggota DI/TII baik, di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah, Kalimntan Selatan dan Sulawesi Selatan juga berhak menerimanya. Sesudah keluar keputusan itu, beramai-ramai banyak anggota Permesta yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi. Seperti Kolonel D.J Somba, Mayor Jenderal A.E.Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel Ventje Sumual beserta pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan hutan untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi dan pada tahun itu pula Permesta dinyatakan bubar.

E.     RANGKUMAN
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain:
1.   Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956).
2.      Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956).
3.   Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein.
Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.    Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2.    Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5.   Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
·       Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
·       Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
·       Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar