Pemberontakan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta
(PRRI/Permesta)
A.
Sejarah
Umum
Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta
disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan
ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret
1957 yaitu oleh Letkol
Ventje Sumual.
Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai memusuhi pihak Permesta.
Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan
ke Manado.
Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu
itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat
Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri
sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian
Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja
Bundar yang
berisi mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.
Pemerintah pusat Republik Indonesia yang dideklarasikan di Jakarta
pada 17 Agustus 1945 kemudian menggunakan
operasi-operasi militer untuk menghentikan gerakan-gerakan pemberontakan yang
mengarah kepada kemerdekaan.
B.
Awal
Gerakan
Pada tanggal 2 Maret 1957 di
Makassar, Letkol
Ventje
Sumual
memproklamirkan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta. Gerakannya meliputi
hampir seluruh wilayah Indonesia Timur, serta mendapat dukungan dari
tokoh-tokoh Indonesia timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat bahaya dan
hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil oleh militer,
selain itu mereka juga membekukan segala Aktivitas PKI
(Partai Komunis Indonesia), serta
menangkap kader-kader PKI.
Keadaan semakin genting tatkala
diadakan rapat di gedung Universitas Permesta yang membicarakan pemutusan
hubungan dengan pemerintah pusat. Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan di ruang
rapat gedung Universitas Permesta di Sario Manado dengan tokoh tokoh politik,
masyarakat dan cendikiawan. Saat itu adalah Kapten Wim
Najoan, Panglima
Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah memberikan gambaran tentang
perkembangan di Sumatera dan putusan dibentuknya PRRI. Selanjutnya ia Memberikan sebuah
keputusan "Permesta di Sulteng menyatakan solider dan sepenuhnya mendukung
pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga Permesta memutuskan
hubungan dengan Pemerintah RI Kabinet Djuanda". Seketika pula para peserta
rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik: "Hidup PRRI! Hidup Permesta!
Hidup Somba!".
Setelah rapat diskors 30 menit untuk
menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh 3 orang Mayor Eddy Gagola, Kapten Wim Najoan dll setelah selesai
menyusun teks pemutusan hubungan degan Pemerintah Pusat. Lalu teks tersebut dibacakan
kepada para hadirin .berselang berapa lama kemudian,para perta rapat ramai
ramai mendengungkan pekik "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup
Somba-Sumual!". Setelah itu Mayor Dolf Runturambi bertanya kepada
hadirin,"Bagaimana, saudara saudara setuju?" Serentak dijawab:
"Setuju! Setuju!". Kembali suasana yang sangat ramai dari para
hadirin. Kemudian setelah rapat tersebut, Kolonel
DJ.Somba selaku pimpinan Kodam Sulawesi
Utara dan Tengah mengadakan rapat di lapangan sario Menado.ia membacakan teks
pemutusan hubungan dengan Pemerintah Pusat yang isinya:
"RAKYAT SULAWESI UTARA DAN TENGAH TERMASUK MILITER
SOLIDER PADA KEPUTUSAN PRRI DAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH RI"
Hari itu juga Pemerintah Pusat
kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas Letkol H.N. Ventje Sumual, Mayor D.J. Somba, dan kawan kawannya di
pecat secara tidak hormat dari Angkatan Darat. Dan seketika itu pula para
pelajar,Mahasiswa,Pemuda dan EX-KNIL Mendaftarkan diri untuk menjadi
Pasukan dalam Angkatan Perang Permesta dan bagi mereka yang telah mendatar langsung di beri
latihan di Mapanget. Dalam hal ini pula keterlibatan Amerika Serikat benar benar terlihat, dengan
mendatangkan penasehat penasehat militernya, serta memberikan sejumlah bantuan
berupa Amunisi,
mitraliur anti pesawat terbang selain itu
untuk memperkuat Angkatan Perang Revolusioner (AUREV) mereka juga mendatangkan
sejumlah pesawat terbang antara lain pesawat
pengangkut DC-3
Dakota, pesawat
pemburu Mustang
F-51, Beachcraft, Catalina dan pembom
B-26
Invander, di sisi lain juga Permesta membentuk suatu badan dan satuan
kepolisian yaitu:
1. Polisi Revolusioner.
2. Pasukan Wanita Permesta(PWP) .
3. Permesta Yard yaitu sebuah badan
intelejen.
Selain dari Amerika Serikat Permesta juga mendapat bantunan dan dukungan dari Negara Negara pro
Barat seperti Taiwan,
Korea Selatan, Philipna serta Jepang dan dengan dukungan yang begitu
besar sehingga Permesta tidak pernah kehabisan perbekalalan
ketika bertempur. Sejumlah besar anggota Komando Pemuda Permesta wilayah Sulawesi Utara dan Tengah dengan sukarela mendaftarkan diri
menjadi anggota pasukan Permesta Komando Pemuda Permesta. Sebelumnya tugas mereka
adalah untuk membantu pemerintah daerah guna mengerahkan tenaga dan dana untuk
melancarkan pembangunan di daerah daerah. Pergolakan inipun terus berlanjut dan
semakin menuju terjadinya Perang Saudara. Ketika itu Republik Indonesia yang baru berdiri kurang lebih 10
tahun setelah pengakuan kedaulatan benar benar di ujung tanduk .keutuhan Negara Republik Indonesia sangat membahayakan apalagi saat
itu di daerah lainnya juga muncul pemberontakan pemberontakan terhadap
Pemerintah RI yaitu:
1. PRRI (Pemerintahan Revolusioner Indonesia).
2. DI/TII
(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
3. Republik Maluku
Selatan (RMS).
Selain itu juga di dalam tubuh pemerintahan RI banyak terjadi pergolakan politik, terutama
dengan silih bergantinya Kabinet seiring dengan penerapan Demokrasi
Liberal. Di
sisi lain hubungan Dwi-Tunggal Soekarno dan juga Hatta mengalami keretakan, ini terjadi
akibat dari kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis
Indonesia yang
selalu memusuhi Hatta. Akhirnya dengan berat hati Hatta memundurkan
diri dari jabatan sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia
di kala suasana Negara yang kritis. Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan Pusat Kota Menado Menjadi sangat mencekam. Kegelisahan
meghantui setiap penjuru Menado. Warga seaakan tak bisa tenang
untuk sesaatpun karena khawatir akan adanya serangan dari Pemerintah Pusat yang diperkirakan tak lama lagi
bakal datang menyerbu daerah yang dikuasai Permesta. Banyak Masyarakat menado yang mengungsi ke luar Kota untuk menghindari Perang Saudara yang nampaknya akan menjadi sebuah
kenyataan.
Di lain pihak juga dukungan terhadap
Permesta semakin besar dengan masuknya Kolonel
Alexander Evert
Kawilarang
setelah berhenti sebagai Atase Militer RI pada Kedubes RI di Washington, DC, Amerika Serikat, kemudian ia berhenti dari dinas militer
dengan Pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya pulang ke Sulawesi Utara untuk bergabung dengan Permesta. Disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima
Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI dan Kepala Staf Angkatan Perang
APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat Mayor jenderal dan selanjutnya ia menjadi Panglima
Besar Permesta.
Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk
mengirimkan 1 resimen marinir dan 1 skuadron pesawat tempur untuk merebut Morotai
bersama sama dengan Permesta , namun Menteri
Luar
Negeri Taiwan Yen
Kung Chau
menentang gagasan itu karena khawatir Republik Rakyat Cina akan ikut serta membantu Pemerintah Pusat di Jakarta dan mungkin akan memiliki
alasan untuk mengintervensi terhadap Taiwan. Walaupun demikian, Taiwan sebelumnya memang sudah membantu Permesta dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat
tempur ke Minahasa untuk Angkatan Udara Revolusioner
Bantuan Taiwan akhirnya tercium oleh Pemerintah Pusat. Bulan Agustus
1958, militer mengambil alih bisnis yang
dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan dan sejumlah Surat Kabar Sekolah
ditertibkan.
C.
Operasi
Militer
Pemerintah Pusat melalui KSAD Mayor Jenderal Nasution melakukan pesiapan guna melakukan operasi militer terhadap kedudukan Permesta di Sulawesi. Operasi ini di sebut Operasi
Saptamarga I dengan pimpinan Letkol
Soemarsono dengan rincian sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah pada bulan Maret 1958 Palu dan Donggala telah direbut oleh APRI
(Angkatan Perang Republik Indonesia)
dan Pasukan Mobile
Brigade, di
bawah pimpinan Kapten Frans
Karangan.
Akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan
Timbuleng
(Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak
lainnya, kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin
Daan Karamoy. Serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komadan
pasukan, menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta
(PWP), mereka juga melakukan rencana untuk menyerang Jakarta, namun secara
bertahap. Rencana ini di beri nama Operasi Djakarta II. Rencana Operasi
Djakarta II itu adalah sebagai berikut:
a. Merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai
Tentara pusat; lalu menyerang dan
menduduki Balikpapan.
b. Sasaran kedua adalah Bali;
c. Sasaran ketiga adalah Pontianak;
d. Sasaran terakhir adalah Jakarta.
Operasi ini bertujuan untuk menekan Pemerintah Pusat agar mau berunding dengan PRRI. Pada 13 April 1958 pesawat pesawat
milik AUREV menyerang lapangan udara Mandai Makassar serta tempat tempat lainya
seperti Ternate,
Balikpapan dan Donggala dan serangan yang paling fatal
adalah serangan terhadap Kapal Hang Tuah yang sedang bersandar di pelabuhan Balikpapan menyebabkan Kapal tersebut tenggelam. Pada tanggal 18 mei
1958 dilakukanlah Operasi Mena II di bawah Komando Letkol KKO
Hunholz untuk
merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera. Mayor Soedomo
selaku Kepala Staf memerintahkan untuk berlayar ke Pulau Tiaga di lepas Pantai
Ambon dengan di dukungan Pesawat P-51 Mustang dan B-26 serta Pasukan Gerak
Cepat, Pasukan Angkatan Darat dan Gabungan Marinir lalu datanglah serangan dari
Alan
Pope menggunakan
Pesawat B-26 Invader. Sebelumya, ia telah menyerang Ambon setelah terbang dari Mapanget. Seketikapun
Alan Pope menukikan Pesawatnya untuk menyerang kedudukan Pasukan APRI. Melihat tanda bahaya para awak
yang berada di dalam Kapal dengan serentak melakukan tembakan
balasan, hampir seluruh Pasukan yang ada di dalam Kapal
melakukanya. Mulai dengan Penagkis udara, Senapan Serbu, Senapan Otomatis, Senapan
Infanteri bahkan Pistol. Di sisi lain bantuan untuk Pemerintah Pusat pun datang dari penerbang bernama Ignatius Dewanto dengan menggunakan Pesawat kopkit
P-51. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas untuk membantu iring
iringan ALRI yang diserang. Tetapi Dia tidak menemukan B-26 AUREV. Ferry Tank
(Tangki bahan bakar cadangan) dilepas di laut. Lalu terlihatlah konvoi kawan
kawanya yang diserang B-26 milik AUREV buruannya. Dengan cepat ia mengejar
Dewanto lalu mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan namun,
berkali-kali lolos, disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7, karena jaraknya
lebih dekat, memungkinkan ia dapat mengenainaya lebih besar. Dewanto yakin
tembakannya mengenai sasaran. Lalu semua awak yang berada di dalam Kapal
melihat pesawat milik AUREV itu terbakar dan terlihatlah dua buah Parasut yang
jatuh, ada yang jatuh di sebuah pohon, serta luka terhempas karang. Lalu kedua
orang itu adalah Allan Pope dan Harry Rantung, Allan Pope adalah seorang
penerbang bayaran asal Amerika Serikat yang sedang melakukan tugas untuk
membantu Permesta dalam Pemberontakan. Karena hal ini
kekuatan Permesta di udara semakin melema menyebabkan APRI dengan mudah
menguasai setiap Wilayah yang semula diduduki Permesta. Kemudian Pasukan RPKAD bersiap untuk menyerang mapanget
namun mengalami Kegagalan serta menewaskan Miskan, seorang Prajurit dan Sersan
Mayor Tugiman,
Setelah Pasukan RPKAD gagal kemudian
AURI menyerang Mapanget dengan Pesawat P-51 Mustang dengan sasaran menembak
awak Canon anti Udara pertempuran sengit pun terjadi para awak Canon anti
udara, Permesta terus melakukan penembakan terhadap pasukan AURI secara Terus menerus ,bahkan dari
merka ada yang sampai terpental namun tidak mengalami luka, lalu kembali
memegang Canon Anti Udara mereka masing-masing. Akhirnya serangan ini kembali
tidak membuahkan hasil. Para Canon Anti Udara Permesta menjadi Pahlawan karena
berhasil mengusir setiap serangan yang selalu datang. Sebelumnya, mereka juga
sempat merontokan 3 pesawat milik AURI. AURIpun mengakui keunggulan Pertahanan
udara Permesta yang mereka nilai paling tersulit selama Melakukan Operai
Militer .kebanyakan dari mereka adalah Pasukan Ex-KNIL jadi sudah sangat
terlatih walaupun umur mereka banyak yang sudah tua, namun berkat pengalaman
yang mereka miliki, mereka dapat berbuat banyak. Sementara itu Gubernur
Sulawesi Andi Pangerang menyatakan Pembekuan segala Aktivitas yang Berkaitan
dengan Permesta dan kemudian Amerika Serikat menarik segala bantuanya terhadap
Permesta karena malu terhadap Pemerintah Pusat setelah pesawat yang di
kemudikan Alan Pope terjatuh, yang membongkar segala bantuan Amerika terhadap
Permesta. Sebelum pesawat itu jatuh Amerika Serikat, dengan sangat bersikeras
menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak terlibat dengan PRRI maupun Permesta.
Seperti yang dikutip oleh John Foster Julles “Apa yang terjadi di Sumatera
adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam
Negeri Negara lain”.
Kemudian, EisenHower selaku Presiden Amerika Serikat, mengadakan
jumpa pers terkait Peristiwa yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi ,serta
penemuan beberapa senjata buatan AS. Isi dari jumpa pers itu adalah: “Senjata-senjata
yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata yang dengan mudah dapat ditemukan di
pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan
ditemukan tentara bayaran”. Tetapi tuduhan bahwa Amerika Serikat terlibat
disini semakin nyata, setelah tubuh Alan Pope digeledah dan terdapat beberapa
identitas tentang dirinya, seperti surat keterangan yang mengizinkan Pope
memasuki semua fasilitas militer AS di Philpina. Juga ada kartu klub perwira di
pangkalan itu.
Hal ini membuat Amerika benar-benar
kehilangan muka di dunia, bahkan segala buku yang mengisahkan sepak terjang CIA
selalu memojokan Amerika. Untuk meraih Hati Presiden Soekarno, Amerika
menawarkan bantuan senjata, serta bersedia mengimpor beras kepada Indonesia
dengan bayaran Rupiah. Selain itu, dengan sangat terpaksa Amerika menghentikan
segala bantuannya kepada PRRI dan Permesta sehingga membuat keduannya semakin
melemah. Sementara itu peperangan antara Pemerintah pusat dan Permesta semakin
gencar. Saling menguasai beberapa tempat terjadi. Pada tanggal 17 Pebruary 1959
Permesta secara serentak melakukan serangan besar besaran yang di beri nama
"Operation Djakarta Special One". Tujuan dari serangan itu adalah menduduki
beberapa Kota Srategis seperti; Langowan, Tondano dan Amurang-Tumpaan untuk
menhancurkan segala Prasarana musuh. Namun demikian,operasi tersebut mengalami
kegagalan walaupun Permesta sempat menduduki beberapa tempat, namun hanya untuk
beberpa jam saja karena tempat tersebut berhasil direbut oleh Pasukan APRI dan
AURI.
D. Kembali ke NKRI
Pada tahun 1960 Pihak Permesta
Menyatakan kesediaanya untuk berunding dengan Pemerintah Pusat. Perundingan pun
dilangsungkan, Permesta diwakili oleh Panglima Besar Angkatan Perang Permesta, Mayor
Jenderal Alex Evert Kawilarang dan Pemerintah Pusat diwakili oleh Kepala Staf
Angkatan Darat Letnan Jenderal A.H Nasution. Dari perundingan tersebut tercapai
sebuah kesepakatan yaitu:
BAHWA PASUKAN PERMESTA AKAN MEMBANTU
PIHAK TNI UNTUK BERSAMA-SAMA MENGHADAPI PIHAK KOMUNIS DI JAWA.
Pada tahun 1961 Pemerintah Pusat
melalui Keppres 322/1961 memberi Amnesti dan Abolisi Bagi siapa saja yang
terlibat PRRI dan Permesta, tapi bukan untuk itu saja bagi anggota DI/TII baik,
di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah, Kalimntan Selatan dan Sulawesi Selatan juga
berhak menerimanya. Sesudah keluar keputusan itu, beramai-ramai banyak anggota
Permesta yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi.
Seperti Kolonel D.J Somba, Mayor Jenderal A.E.Kawilarang, Kolonel Dolf
Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel Ventje Sumual
beserta pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan hutan untuk
mendapatkan Amnesti dan Abolisi dan pada tahun itu pula Permesta dinyatakan
bubar.
E.
RANGKUMAN
Pemberontakan PRRI/Permesta
didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara
lain:
1. Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh
Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956).
2. Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel
Maludin Simbolon (22 Desember 1956).
3. Dewan Manguni di Manado oleh Letnan
Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 1958 didirikan organisasi
yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang
diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein.
Gerakan Husein ini akhirnya
mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan
di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden.
Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan
bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta.
Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual,
Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel
Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta
dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara,
dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Operasi
Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan
mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota Pekanbaru pada tanggal 12
Maret 1958.
2.
Operasi
17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani
berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai
Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi
Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi
Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5. Sedangkan
untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama
Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
·
Operasi
Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol
Sumarsono.
·
Operasi
Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh
Letkol Agus Prasmono.
·
Operasi
Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh
Letkol Magenda.